INDONESIA EKSPOR GAHARU KE CHINA
Oleh : Bpk. Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan
China akhirnya mengimpor gaharu secara langsung dari Indonesia. Selama ini China mengimpor gaharu lewat negara perantara, seperti Taiwan, Singapura, dan Hongkong. Ekspor gaharu langsung ke China ini ditandai dengan pengiriman perdana pada Senin (14/3/2011). Sebanyak 4 ton gaharu berbentuk serpihan dikirimkan ke China.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan, ekspor langsung ini memberikan dua keuntungan bagi pemerintah. "Pertama, volume perdagangan kita meningkat. Kedua, petani dan pengusaha di sektor kehutanan, terutama gaharu, harganya tinggi karena tidak diambil fee lagi oleh pihak ketiga, demikian juga pihak China."
Ketua Asosiasi Gaharu Indonesia Mashur mengatakan, selama ini perdagangan langsung gaharu dari Indonesia ke China dihalangi sindikasi mafia. "Karena gaharu ini memang sangat mahal," ujarnya. Mashur mengungkapkan, untuk gaharu kualitas paling tinggi di Indonesia yaitu Aquilaria filaria yang kebanyakan berada di hutan Kalimantan Timur harganya mencapai Rp 150 juta. "Kalau di China mereka bisa jual Rp 400 juta per kg." Sedangkan di Timur Tengah dia bilang, untuk yang kualitas tinggi ini dijual dengan harga Rp 300 juta.
Menurut Mashur, selama ini sumber gaharu Indonesia sebanyak 98 persen masih berasal dari hutan alam. "Potensinya di Indonesia masih sangat tinggi dari hutan yang sangat luas," ujarnya. Satu pohon, dia bilang, bisa menghasilkan 600 kg serpihan (chips). Ke depannya, Kementerian Kehutanan akan mengembangkan budidaya gaharu. Saat ini budidaya gaharu sudah mulai dikembangkan di Bangka, Sukabumi, Bogor, Lampung, dan NTT.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan, ekspor langsung ini memberikan dua keuntungan bagi pemerintah. "Pertama, volume perdagangan kita meningkat. Kedua, petani dan pengusaha di sektor kehutanan, terutama gaharu, harganya tinggi karena tidak diambil fee lagi oleh pihak ketiga, demikian juga pihak China."
Ketua Asosiasi Gaharu Indonesia Mashur mengatakan, selama ini perdagangan langsung gaharu dari Indonesia ke China dihalangi sindikasi mafia. "Karena gaharu ini memang sangat mahal," ujarnya. Mashur mengungkapkan, untuk gaharu kualitas paling tinggi di Indonesia yaitu Aquilaria filaria yang kebanyakan berada di hutan Kalimantan Timur harganya mencapai Rp 150 juta. "Kalau di China mereka bisa jual Rp 400 juta per kg." Sedangkan di Timur Tengah dia bilang, untuk yang kualitas tinggi ini dijual dengan harga Rp 300 juta.
Menurut Mashur, selama ini sumber gaharu Indonesia sebanyak 98 persen masih berasal dari hutan alam. "Potensinya di Indonesia masih sangat tinggi dari hutan yang sangat luas," ujarnya. Satu pohon, dia bilang, bisa menghasilkan 600 kg serpihan (chips). Ke depannya, Kementerian Kehutanan akan mengembangkan budidaya gaharu. Saat ini budidaya gaharu sudah mulai dikembangkan di Bangka, Sukabumi, Bogor, Lampung, dan NTT.
DEPARTEMEN KEHUTANAN KEMBANGKAN TEKNOLOGI PENGHASIL GAHARU KUALITAS SUPER
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan berhasil menemukan teknologi produksi gaharu yang mampu menghasilkan gaharu dengan kualitas AB yang mempunyai harga jual tinggi. Kualitas ini masih dapat ditingkatkan apabila waktu pemanenan diperpanjang sehingga dapat menghasilkan gaharu kualitas super.
Gaharu kualitas AB tersebut dihasilkan pohon yang diinduksi selama 2 tahun. Pohon tersebut dapat menghasilkan gubal gaharu 4 kilogram kualitas AB dan 8 kilogram kualitas kemedangan. Dari hasil panen tersebut diperkirakan nilai jual sebatang pohon berusia 7 tahun yang telah diinduksi tidak kurang dari Rp 20 juta. Di pasaran dalam negeri, kualitas gaharu dikelompokkan menjadi 6 kelas mutu, yaitu Super (Super King, Super, Super AB), Tanggung, Kacangan (Kacangan A, B, dan C), Teri (Teri A, B, C, Teri Kulit A, B), Kemedangan (A, B, C) dan Suloan.
Teknologi yang dihasilkan diyakini dapat meningkatkan nilai ekonomis pohon secara signifikan yang selanjutnya dapat menjadi insentif kepada masyarakat maupun pengusaha untuk menanam dalam jumlah yang lebih besar. Badan Litbang Kehutanan telah melakukan penelitian gaharu sejak tahun 1984 dengan mencari jenis-jenis mikroba pembentuk gaharu. Hingga kini Badan Litbang telah memiliki lebih dari 20 isolat mikroba penghasil gaharu dari berbagai daerah di Indonesia, dengan 4 isolat diantaranya dipastikan memiliki kemampuan pembentuk gaharu secara konsisten.
Saat ini Puslitbang Departemen Kehutanan bersama para pembudidaya pohon gaharu di berbagai daerah telah menanam pohon penghasil gaharu tidak kurang dari 1 juta batang.
Melihat keberhasilan Indonesia dalam mengembangkan teknologi ini, International Tropical Timber Organizational (ITTO) menaruh perhatian khusus dan menjalin kerjasama untuk membantu percepatan pengembangan gaharu, baik dari segi budidaya maupun teknologi induksinya. Kerjasama ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat sekitar hutan agar mampu membudidayakan pohon penghasil gaharu sehingga tingkat kesejahteraannya dapat meningkat secara signifikan sekaligus menjadi salah satu upaya menjaga kelestarian hutan.
Rekayasa Gaharu Balitbang
Saturday, 07 May 2011 10:59
Gaharu kualitas AB tersebut dihasilkan pohon yang diinduksi selama 2 tahun. Pohon tersebut dapat menghasilkan gubal gaharu 4 kilogram kualitas AB dan 8 kilogram kualitas kemedangan. Dari hasil panen tersebut diperkirakan nilai jual sebatang pohon berusia 7 tahun yang telah diinduksi tidak kurang dari Rp 20 juta. Di pasaran dalam negeri, kualitas gaharu dikelompokkan menjadi 6 kelas mutu, yaitu Super (Super King, Super, Super AB), Tanggung, Kacangan (Kacangan A, B, dan C), Teri (Teri A, B, C, Teri Kulit A, B), Kemedangan (A, B, C) dan Suloan.
Teknologi yang dihasilkan diyakini dapat meningkatkan nilai ekonomis pohon secara signifikan yang selanjutnya dapat menjadi insentif kepada masyarakat maupun pengusaha untuk menanam dalam jumlah yang lebih besar. Badan Litbang Kehutanan telah melakukan penelitian gaharu sejak tahun 1984 dengan mencari jenis-jenis mikroba pembentuk gaharu. Hingga kini Badan Litbang telah memiliki lebih dari 20 isolat mikroba penghasil gaharu dari berbagai daerah di Indonesia, dengan 4 isolat diantaranya dipastikan memiliki kemampuan pembentuk gaharu secara konsisten.
Saat ini Puslitbang Departemen Kehutanan bersama para pembudidaya pohon gaharu di berbagai daerah telah menanam pohon penghasil gaharu tidak kurang dari 1 juta batang.
Melihat keberhasilan Indonesia dalam mengembangkan teknologi ini, International Tropical Timber Organizational (ITTO) menaruh perhatian khusus dan menjalin kerjasama untuk membantu percepatan pengembangan gaharu, baik dari segi budidaya maupun teknologi induksinya. Kerjasama ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat sekitar hutan agar mampu membudidayakan pohon penghasil gaharu sehingga tingkat kesejahteraannya dapat meningkat secara signifikan sekaligus menjadi salah satu upaya menjaga kelestarian hutan.
Rekayasa Gaharu Balitbang
Saturday, 07 May 2011 10:59